Garis Besar Isi Buku
STUDI TENTANG KONDISI PASAR DAN PROSPEK
INDUSTRI KOKOA DI INDONESIA, 2018
Outline
of Book Contents
STUDY ON THE MARKET CONDITION AND PROSPECT OF COCOA
INDUSTRY IN INDONESIA, 2018
Tersedia / Available :
PRICE :
INDONESIA VERSION is Rp 6,000,000
ENGLISH VERSION is US$ 700
COMMERCIAL GLOBAL DATA RESEARCH (CDR)
Kami adalah sebuah lembaga konsultan, survey, riset dan pelaporan
di bidang data riset secara global, menyajikan berbagai informasi bisnis aktual
yang meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan, perbankan, asuransi,
studi kelayakan, dan jasa riset lainnya.
Kami hadir sebagai mitra konsultan anda, untuk memberikan
informasi aktual yang diperlukan guna menentukan arah kebijakan dalam
mengembangkan perusahaan anda. Salah
satu produk buku studi yang kami tawarkan kepada anda adalah “BUKU STUDI TENTANG KONDISI PASAR DAN PROSPEK
INDUSTRI KOKOA DI INDONESIA, 2018.
Kami tawarkan buku tersebut kepada anda seharga Rp.6.000.000 (Enam juta rupiah), belum
termasuk biaya pengiriman, membantu para pelaku bisnis pada industri kokoa,
membantu para pengambil keputusan, membantu para investor, membantu pihak
perbankan atau kreditor, dan pihak lainnya yang terkait, dengan cara melihat
peta kekuatan diantara para pesaing/partner anda, baik pesaing dari luar negeri
maupun dalam negeri, mempelajari perkembangan ekspor dan impor produk kokoa di
Indonesia, mengetahui hambatan dan peluang, mengetahui main market dari setiap perusahaan kokoa, mengetahui pangsa pasar
luar negeri, mengetahui susunan Direktur dan Komisaris, serta informasi lainnya
yang perlu anda ketahui. (Terlampir
contoh profil perusahaan).
Seberapa besar kontribusi perusahaan anda dalam meningkatkan
kapasitas produksi guna memenuhi pesanan dari para buyer baik lokal maupun internasional, mencermati setiap peluang
yang ada, dan diharapkan dengan memiliki buku ini, perusahaan anda menjadi
lebih produktif, efisien, lebih maju dan bersaing secara sehat.
KATA PENGANTAR
Kakao merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping
itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agro industri.
Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi
produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi
perkebunan kakao dapat diatasi serta agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola
secara baik.
Indonesia masih memiliki
lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao, yaitu lebih dari 6,2
juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan
Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah dibangun masih berpeluang
untuk ditingkatkan produktivitasnya, karena produktivitas rata-rata saat ini
kurang dari 50 % potensinya.
Melalui berbagai upaya perbaikan selama ini
telah dilakukan, seperti pemberdayaan petani melalui Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dan Sistem Kebersamaan Ekonomi (SKE) serta
penerapan teknologi pengendalian dengan metoda PSPsP (pemangkasan, sanitasi,
panensering dan pemupukan) untuk pengendalian PBK dan VSD serta penyediaan
benih unggul.
Kakao (Theobrema cacao L) merupakan salah
satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian
nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan
devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan
wilayah dan pengembangan agroindustri.
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami
perkembangan cukup pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, dimana pada tahun
2015 lalu, luas areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1,72 juta ha.
Sebagian besar (88,48 %) dikelola oleh perkebunan rakyat, 5,53 % dikelola
perkebunan besar negara dan 5,59 % perkebunan besar swasta dengan sentra
produksi utama adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Barat, Lampung dan Sumatera Utara.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah
dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai
cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana, dan kakao Indonesia
mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh. Sejalan dengan keunggulan
tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun
kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri
kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup
terbuka.
Industri kokoa Indonesia
Indonesia saat ini berada pada posisi ketiga
dalam produksi kakao dunia dengan kontribusi sebesar 16,24 persen, sementara
produksi tertinggi diraih oleh negara Pantai Gading dengan kontribusi sebesar
31,90 persen, sementara posisi kedua diraih oleh negara Ghana dengan
kontribusi sebesar 19,05 persen.
Pertumbuhan agrobisnis kakao Indonesia
berkembang sangat fluktuatif sejak tahun 1980, dan pertumbuhan luas areal
perkebunan 13,19 persen per tahun, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
perkebunan swasta nasional dengan rata-rata pertumbuhan 17,53 persen per tahun,
sementara perkebunan negara hanya 10,16 persen, dan pertumbuhan perkebunan
rakyat sebesar 17,16 persen per tahun.
Pada akhir tahun 2017 lalu, luas areal tanaman
kebun kakao Indonesia 1,72 ribu hektar,
dimana luas perkebunan rakyat adalah yang terluas hampir 95 persen atau seluas 1,68 ribu hektar dari total areal
perkebunan nasional, dan selebihnya adalah perkebunan swasta nasional dan perkebunan
negara.
Luas perkebunan coklat berdasarkan propinsi
berada di propinsi Sulawesi Tengah yang mempunyai kontribusi sebesar 16,54
persen dari total luas kebun kakao nasional, kemudian diikuti oleh propinsi
Sulawesi Selatan dengan kontribusi 14,60 persen, selanjutnya propinsi Sulawesi
Tenggara dengan kontribusi 14,59 persen dan propinsi Sulawesi Barat yang
berkontribusi sebesar 10,5 persen, dan secara umum sentra perkebunan coklat
Indonesia terfokus di pulau Sulawesi dengan kontribusi 56,23 persen dari total
luas perkebunan kakao nasional.
Produksi biji kakao Indonesia
dari tahun ke tahun terjadi fluktuasi, baik itu pada perkebunan rakyat,
perkebunan swasta nasional maupun perkebunan negara adalah sebesar 411,50 ton per tahun, dengan tingkat
pertumbuhan 14,01 persen, produksi biji kakao Indonesia mulai membaik sejak
tahun 2001 yang telah menyentuh angka 536.804
ton per tahun, dan hingga akhir tahun 2017 produksi kakao Indonesia
sebesar 760,4 ribu ton, dan
produksi tertinggi diraih pada tahun 2010 dengan produksi sebesar 837,9 ribu ton.
Sentra produksi biji kakao di Indonesia dalam
kurun waktu 2012 hingga 2016 mengikuti sentra perkebunan kakao yakni di wilayah
pulau Sulawesi, dengan sentra produksi berada di propinsi Sulawesi Tengah
dengan rata-rata 156,2 ribu ton
per tahun, kemudian Propinsi Sulawesi Selatan dengan produksi rata-rata sebesar
120 ribu ton per tahun dan
propinsi Sulawesi Tenggara dengan produksi 119,1 ribu ton per tahun. Diluar tiga wilayah propinsi di Sulawesi
tersebut, propinsi lain yang mulai menggeliat produksinya adalah propinsi
Sumatera Barat dengan produksi 55,5
ribu ton per tahun.
Dari sudut produktivitas berdasarkan
pengusahaannya untuk perkebunan rakyat hanya mampu meraih 0,42 ton per hektar,
perkebunan negara meraih produktivitas 0,71 ton per hektar dan perkebunan
swasta nasional meraih 0,70 ton per hektar per tahunnya, atau rata-rata
produktivitas produksi hasil perkebunan kakao Indonesia adalah 0,61 ton per
tahun per hektar.
Pada tahun 2007 hingga 2010 industri
pengolahan biji kakao di Indonesia berjumlah 16 perusahaan dengan kapasitas
terpasang 305 ribu ton per
tahun, tetapi yang berproduksi hanya 180,5
ribu ton per tahun, seiring dengan berjalannya waktu saat ini ada
sebanyak 16 industri pengolahan biji coklat yang masih berproduksi dengan total
kapasitas produksi terpasang 721,2 ton
per tahun, sementara 9 industri pengolahan kakao yang tutup atau mati suri
dengan total kapasitas produksi 160 ton
per tahun.
Neraca perdagangan ekspor dan impor kakao
Indonesia mengalami surplus dari seluruh ekspor dan impor baik dalam bentuk
biji, buah, pasta, butter, powder dan makanan mengandung coklat dengan surplus
volume sebesar 2,05 juta ton
dengan nilai US $ 6,36 milyar.
Dalam studi ini dijelaskan secara rinci
seluruh aktivitas impor-impor dari tahun 2014 hingga 2018, juga tujuan ekspor
dan asal negara impor kakao dalam seluruh aktivitas percoklatan yang telah
dibagi dalam harmonize system (HS).
Konsumsi coklat nasional masih terbilang sangat
kecil sekitar 0,29 kg per kapita per tahun, atau 1,03 kg per KK per tahun,
sangat kecil bila dibandingkan dengan konsumsi coklat negara Swiss dengan
tingkat konsumsi sebesar 10,92 kg per kapita per tahun, dan untuk wilayah Asia
Aceania konsumsi coklat terbesar diraih oleh negara Australia dengan konsumsi coklat
5,54 kg per kapita per tahun, sementara Jepang hanya mampu mengkonsumsi 2,15 kg
per kapita per tahun. Dari hasil proyeksi yang dilakukan tahun 2017-2020,
produksi kakao akan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2020 dengan
rata-rata pertumbuhan 2,57 persen per tahun. Begitu juga dengan konsumsi
nasional kakao juga diproyeksikan akan meningkat dengan bertambahnya jumlah
penduduk dengan rata-rata pertumbuhan 1,04 % per tahun.
Tahun
2017, impor kakao Indonesia tertinggi sepanjang sejarah
Ketua umum Dewan Kakao Indonesia, Soetanto Abdoellah
mengungkapkan, Indonesia melakukan impor biji kakao sebanyak 200.000 ton pada
2017, ini merupakan angka tertinggi impor kakao selama ini.
"Padahal sebelumnya tidak pernah. Kita paling tinggi 2 tahun lalu
itu 110.000 ton. Rata-rata biasanya hanya 60.000 ton sebelumnya. Jadi kemarin
itu (tahun 2017) yang tertinggi. Kita harus tingkatkan produksi," ujarnya
di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat.
Oleh sebab itu, dia memandang perlunya ada langkah
khusus yang diambil pemerintah untuk menggenjot produksi kakao dalam negeri
sehingga tidak perlu impor terlalu banyak.
Deputi II Bidang
Pertanian dan Pangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah mengakui,
bahwa produksi kakao (buah coklat) di Indonesia masih jauh dari kebutuhan. Pada
2017, hanya ada sekitar 400.000 ton kakao, padahal kebutuhan industri sekitar
800.000 ton.
Musdalifah menilai, rendahnya produksi kakao
disebabkan masih minimnya wawasan petani tentang cara peningkatan produksi.
"Produktivitas kita masih rendah, buktinya produksi hanya 400.000 ton
tahun 2017," katanya.
Oleh karena itu, dia mengungkapkan bahwa pemerintah
telah mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan produksi kakao dalam
negeri, hal ini agar Indonesia tidak perlu impor.
"Memang ada impor, tetapi itu kadang-kadang
kakao kita harus dicampur, jadi bukan karena kita kurang produksi.
Kadang-kadang kita harus impor, tetapi karena rasa, karena kita kan industri
olahan. Rasa dari masing-masing negara itu berbeda-beda," ujarnya.
Beberapa negara asal kakao impor diantaranya adalah
Pantai Gading dan Ghana. Adapun jenis kakao yang diimpor adalah kakao industri
yang mempunyai varian rasa berbeda dengan kakao produksi dalam negeri.
"Paling tidak kalau kita mau punya daya saing
terkait rasa, selera harus kita penuhi, harus kita campur-campur dengan kakao
impor".
Berdasarkan data rata-rata produksi kakao Indonesia
selama lima tahun terakhir (tahun 2013-2017), sentra produksi kakao di
Indonesia terdapat di 6 (enam) provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Lampung dan
Sumatera Utara. Keenam provinsi tersebut memberikan kontribusi kumulatif
sebesar 80,19%.
Sulawesi Tengah menempati urutan pertama dengan
kontribusi sebesar 21,69%. Peringkat kedua ditempati oleh Sulawesi Selatan
dengan kontribusi sebesar 16,59%, diikuti oleh Sulawesi Tenggara dan Sulawesi
Barat dengan kontribusi masing-masing sebesar 16,45% dan 10,01% (lihat grafik di bawah), sedangkan
kontribusi produksi dari Sumatera Barat, Lampung dan Sumatera Utara
kontribusinya kurang dari 10%.
Grafik-
Provinsi sentra kakao di Indonesia
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
belakang
1.2. Tujuan dan ruang lingkup
1.3.
Sumber data dan informasi
BAB II PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN
PRODUKTIVITAS KAKAO DI INDONESIA
2.1. Perkembangan
luas areal kakao di Indonesia
2.2. Perkembangan
produksi dan produktivitas kakao di Indonesia
2.3. Sentra
produksi kakao di Indonesia
2.4. Perkembangan
konsumsi kakao di Indonesia
2.5. Perkembangan
harga kakao di tingkat produsen
2.6. Struktur
ongkos usaha tani kakao di Indonesia
2.7. Perkembangan
ekspor dan impor kakao Indonesia
2.7.1. Perkembangan
volume ekspor dan volume impor kakao Indonesia
2.7.2. Perkembangan
nilai ekspor dan impor kakao Indonesia
2.7.3. Neraca
perdagangan kakao Indonesia
2.7.4. Negara
tujuan ekspor kakao Indonesaia
2.7.5. Negara
asal impor kakao Indonesia
2.7.6. Negara
sentra luas tanaman menghasilkan, produksi dan produktivitas kakao di dunia
BAB III PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN
KONSUMSI KAKAO
3.1. Produksi kakao Indonesia
3.2. Konsumsi kakao Indonesia
BAB IV PERKEMBANGAN EKSPOR – IMPOR
4.1. Ekspor menurut komoditi (HS Kode: 1801000000-1806904000)
Tahun 2013-2018
4.2. Impor menurut komoditi (HS Kode: 1801000000-1806904000)
Tahun 2013-2018
BAB V MARKET BRIEF KAKAO DI BEBERAPA NEGARA
5.1. Korea Selatan
5.1.1.
Peluang dan strategi penetrasi pasar
5.1.1.1. Kakao review
5.1.1.2. Perdagangan kokoa
di dunia
5.1.1.3. Perdagangan kokoa
di Korea Selatan
5.1.1.3.1. Konsumsi kokoa
di Korea Selatan
5.1.1.3.2. Trend impor kokoa di Korea Selatan
5.1.1.3.3. Perdagangan
kokoa di Indonesia
5.1.1.3.4. Kebijakan tariff
5.1.1.3.5. Produk-produk berbahan kokoa di Korea Selatan
5.1.1.3.6. Strategi
memasuki pasar
5.1.1.4. Regulasi produk kokoa kode HS 18 di Korea Selatan
5.2. Jepang
5.2.1. Biji
kakao Indonesia
5.2.1.1. Kualitas biji kakao Indonesia
5.2.1.2. Merosotnya produksi biji kakao Indonesia
5.2.1.3. Tingginya kebutuhan biji kakao dalam negeri
5.2.2. Trend
di Jepang untuk biji kakao
5.2.3. Perbandingan
harga
5.2.4. Potensi
pasar Jepang
5.2.4.1. Faktor pendorong potensi pasar
5.2.4.2. Pertumbuhan kebutuhan biji kakao di Jepang
5.2.4.3. Ekspor dan impor biji kakao Jepang – Dunia
5.2.4.4. Potensi
pasar ekspor biji kakao di Jepang
5.3. Peluang usaha produk
bubuk kakao (HS 1805) di Italia
5.3.1. Profil
Geografi Italia
5.3.2. Potensi pasar bubuk kakao di Italia
5.3.2.1. Ekspor
bubuk kakao Italia ke dunia
5.3.3. Potensi
pasar ekspor bubuk kakao Indonesia di Italia
5.3.4. Regulasi
impor bubuk kakao di Italia
5.3.5. Saluran
distribusi bubuk kakao di Italia
5.3.6. Hambatan
dan tantangan lainnya
5.3.7. Peluang
dan strategi
5.3.7.1. Peluang
5.3.7.2. Strategi
5.3.8. Informasi
penting
5.3.8.1. Kedutaan
Italia di Indonesia
5.3.8.2. Trade Promotion Office Italia di
Indonesia
5.3.8.3. Asosiasi
Dagang Italia di Indonesia
5.3.8.4. Kantor
Promosi Perdagangan Indonesia di Italia
5.3.8.5. Perwakilan
Indonesia di Italia
5.3.8.6. Asosiasi
Produk Kakao dan Coklat di Italia
5.3.8.7. Daftar
pameran produk kakao dan coklat di Italia
5.3.9. Daftar
importer produk kakao olahan dan coklat di Italia
5.3.10. Referensi
BAB VI KONDISI PASAR
6.1. Permintaan
meningkat, harga kakao membaik
6.2. Industri
kakao olahan serap investasi Rp 6 triliun
6.3. Industri kakao minta pemerintah turun tangan,
pastikan pasokan bahan baku
6.4. Industri kakao
terancam punah
6.5. Tahun
2018, Produksi kakao nasional sebesar 250.000 ton
6.6. Produktivitas rendah,
impor biji kakao melejit
6.7. Produksi kakao turun,
apa pemicunya?
6.8. ICCO : Indonesia bakal
disalip Ekuador sebagai produsen kakao ketiga dunia
6.9. Ini yang membuat
coklat punah
6.10. Kapasitas
terpasang, kapasitas terpakai kakao menurut produsennya
6.11. Peta kakao Indonesia
6.12. Harga kakao meningkat,
petani gembira
6.13. Lima
produsen kakao terbesar di Indonesia
6.14. Perkembangan
luas areal dan produksi perkebunan kakao Indonesia
6.15. Perkembangan
produksi biji kakao
6.16. Perkembangan
ekspor impor biji kakao
6.17. Perkembangan
volume dan nilai ekspor biji kakao
6.18. Perkembangan
impor biji kakao
6.19. Kebijakan nasional dalam hilirisasi industri
pengolahan kakao
6.19.1. Profil
industri kakao
6.19.2. Volume
ekspor biji kakao dan kakao olahan
6.19.3. Volume
impor biji kakao dan kakao olahan
6.19.4. Permasalahan
6.19.5. Kebijakan pengembangan
kakao 5 tahun ke depan
6.20. ASKINDO
perkirakan produksi kakao 270.000 ton di 2018
6.21. Industri
butuh kakao 800.000 ton/tahun, Kementan: Baru bisa di 2020
6.22. Harga kakao naik, Kalla
Group jalin kemitraan di Konawe Utara
6.23. Pengembangan industri pengolahan
kakao
6.24. Penerapan bea keluar, dorong industri hilir kakao
domestik
BAB VII STANDAR NASIONAL
INDONESIA (SNI)
7.1. Pemerintah terapkan SNI wajib
pada produk kakao bubuk
7.2. Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia tentang SNI kakao bubuk
7.3. SNI
3747:2009
BAB
VIII STATISTIK KAKAO
BAB
IX PENUTUP
9.1. Kesimpulan
9.2. Saran
9.3. Proyeksi
prospek produksi kakao Indonesia 5 tahun ke depan
DIREKTORI (PROFIL PERUSAHAAN)
=================================================
SAMPLE OF COMPANY PROFILES
BUMITANGERANG MESINDOTAMA, PT
A d d r e s s : Head Office & Factory
Jalan
Dipati Unus No. 30
Kp.
Cibodas, Desa Cibodas, Jati Uwung
Tangerang
15138 – Banten
Phones : (021) 5585870, 55797208, 55764163
Fax.
: (021) 5585872
e-mail : bt@btcocoa.com
Website : http://www.btcocoa.com/
Date of Establishment : 3 February
1993
Legal Status :
PT (Limited Liability Company)
Category :
National Private and Domestic
Investment
(PMDN) Company
P e r m i t s : The Capital Investment Coordinating Board
–
No. 145/I/PMDN/2000, Dated 7 Sept 2000
–
No. 43/T/Industri/2006, Dated 12 Jan 2006
–
No. 51/II/PMDN/2007, Dated 8 May 2007
Lines of Business : Chocolate Processing Industry
Production Capacity : Initial
a.
Cocoa Butters – 4,400 tons p.a.
b.
Cocoa Powders – 5,100 tons p.a.
c.
Cocoa Liquor – 3,000 tons p.a.
Expansion
a.
Cocoa Butters – 31,000 tons p.a.
b.
Cocoa Powders – 23,100 tons p.a.
c.
Cocoa Liquor – 11,500 tons p.a.
Market :
Domestic & Export
Capitalization : Authorized
Capital - Rp. 15,000,000,000
Issued
Capital - Rp. 5,000,000,000
Paid
Up Capital - Rp. 5,000,000,000
Shareholder (s) : a.
Mr. Hoi Khiong
b.
Mr. Piter Jasman
Total Investment : Initial
Equity
Capital - Rp. 5,000 million
Loan
Capital -
Rp. 16,800 million
Total Investment -
Rp. 21,800 million
Expansion
Equity
Capital - Rp. -
Loan
Capital -
Rp. 268,000 million
Total Investment - Rp. 268,000 million
B a n k e r (s) : - PT.
Bank Negara Indonesia Tbk.
-
PT. Bank CEMTRAL ASIA Tbk.
Started Operation : 2000
Total Employees : + 150 persons
Supervisory Board : Member (s) – Mr. Piter
Jasman
Board of Management : Director (s) – Mr. Thomas Jasman
– Mr. Hoi Khiong
– Mr. Berlin Jasman
Associated Companies : a. PT.
BUMITANGERANG ALAM CITRA
(Hotelry &
Restaurant)
b. PT. BUMITANGERANG COKLAT UTAMA
(Chocolate Processing)
c. PT. BUMITANGERANG GA INDUSTRY
(Chemical Industry)
R E M A R K S :
BT Cocoa is a provider of cocoa to over 50 countries all
over the world. With a current grinding capacity of 150 thousand tons per year,
we strive for continuous growth and improvement.
We supply cocoa powder, cocoa butter and cocoa liquor to
large internationally recognized brands and to local home grown businesses
alike.
With this in mind, BT Cocoa has launched BT CARE (Cocoa
Assistance and Rehabilitation Efforts), a program aimed at tackling
sustainability issues at a grassroots level.
Good quality cocoa products can only be achieved through
collaboration with the farmers who grow it. This is the backbone reason that
started our BT CARE program on the 7th of July 2012. BT CARE
focuses on partnering with farmers, training farmers, rehabilitating farms and
buying cocoa direct from farmers at a fair price.
With our large and
growing number of buying stations all over Indonesia, we make it easy for
farmers to sell directly to us with guarantee of a fair price. Therefore,
increasing both the quality of farmers’ lives as well as the quality of cocoa.
---------------------------------------------------------------------------------------
FORMULIR PEMESANAN
ORDER FORM
Kirimkan kepada
kami buku : “STUDI TENTANG KONDISI PASAR DAN PROSPEK INDUSTRI KOKOA
DI INDONESIA”, 2018
Send
us the book : "STUDY ON THE MARKET CONDITIONS AND PROSPECTS
OF
COCOA INDUSTRY IN INDONESIA”, 2018
Silahkan pilih versi buku
anda
Please select the version of your book
Versi/version : √ ( ) Indonesia atau/or ( )
English
Tanggal
Pemesanan : ……………………………………………………………….
Booking date
Nama
Pemesan : ……………………………………………………………….
Name of buyer
J a
b a t a n : ……………………………………………………………….
P o s i t i o n
Nama
Perusahaan : ……………………………………………………………….
Name of Company
Alamat
Perusahaan : ……………………………………………………………….
Company Address
Telepon/Fax :
……………………………………………………………….
Phone/Fax
E-mail : ……………………………………………………………….
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hubungi kami / Contact Us :
DENI
SILALAHI (Marketing Department)
“Commercial Global Data Research”
Address : Sukamanah
RT. 04/06 No. 199 Cisaat, Sukabumi 43152
West
Java – INDONESIA
Phone : +62 (0266) 6225566, +62
085793929829;
E-mail : cv.commercialglobaldataresearc@gmail.com
Pembayaran
melalui : √ Cash
Cheque
Transfer
Payment via
Nama Bank : BANK
OCBC NISP
Bank name Cabang
Sukabumi
Nomor Rekening :
14081015480-1
Account number
Rekening atas nama : ROHIYAH
Account in the name
Buku
pesanan Anda akan segera kami kirim setelah ada konfirmasi dari pihak pemesan.
Book your order will immediately tell
us when there is confirmation from the buyer.
Terima
kasih atas kepercayaan anda bermitra dengan kami.
Thank you for the
trust you partner with us.
Pemesan/Buyer,
( …………………………………….. )
=======================================